People every day to eat from the mouth down, filling her stomach. Is it every day to eat from the mouth upwards, filling his brain (learning)?
(
Meladee McCarty)

Jumat, 10 Desember 2010

PSIKOLOGI INDUSTRI


1.      Manajemen By Objective
Manajemen By Objectives pertama kali dijelaskan oleh Peter Drucker pada 1954 dalam buku ‘Praktik Manajemen’. Menurut Drucker manajer harus menghindari ‘kegiatan perangkap’, sehingga mendapatkan mereka terlibat dalam kegiatan sehari-hari mereka lupa bahwa mereka tujuan utama atau tujuan. Salah satu konsep MBO adalah bahwa alih-alih hanya beberapa top-manajer, semua manajer sebuah perusahaan harus berpartisipasi dalam proses perencanaan strategis, dalam rangka untuk meningkatkan implementability dari rencana. Lain dengan konsep Manajemen By Objectives adalah, bahwa manajer harus melaksanakan berbagai kinerja sistem, yang dirancang untuk membantu organisasi agar berfungsi dengan baik. Jelas, Manajemen By Objectives dapat dipandang sebagai pendahulu dari Manajemen Berbasis Nilai.

Prinsip - prinsip Manajemen By Objective: 
Menetapkan tujuan organisasi dan tujuan secara umum,  Tujuan spesifik untuk setiap anggota,  Partisipatif dalam pengambilan keputusan,
Jangka waktu yang jelas dan tegas, dan  Evaluasi kinerja dan memberikan tanggapan. 
Pada 90-an, Peter Drucker menempatkan Sinyalemen ini dalam manajemen organisasi dalam metode perspektif, Peter Drucker berkata: “Ini hanya tool yang lain. Ini bukan obat yang manjur untuk menyembuhkan dari ketidakfungsian manajemen … oleh Manajemen By Objectives berfungsi jika Anda tahu tujuan, dari 90 %  waktu Anda yang tidak ketahui. ”
Management By Objectives diawali dengan mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya suka bekerja, ingin mencapai sesuatu, dapat mendorong dan mengerahkan diri sendiri.  Tujuan Management By objectives adalah mendorong partisipasi  anggota dan memperjelas serta mengkomunikasikan tujuan dan hasil yang ingin diharapkan. Kunci dalam Management By Objectives adalah partisipasi dan komunikasi dalam penetapan tujuan atau perencanaan disamping sistem informasi manajemen, pengolahan data elektronik, pengembangan organisasi dan directing costing.
2.      Work redesign
Work re-design dapat berisi sebagian atau seluruh perubahan dalam hal spesifikasi dan aktifitas tenaga kerja, deskripsi kerja, metode kerja, serta hubungan dari pekerjaan dan hasil atau performa yang diinginkan. Dalam hal ini pekerjaan dapat di desain untuk mendapatkan dampak motivasi tenaga kerja, dimana dalam mendesain suatu pekerjaan diperlukan suatu kerangka berfikir bahwa pekerja dapat menerima pekerjaannya. Selain itu perlu diperhatikan apakah proses motivasional ini akan mengundang ketakutan dan sanksi atau partisipasi aktif tenaga kerja.
J. Richard Hckman dan Greg Oldham mengembangkan suatu model karakteristik pekerjaan, dimana work re design perlu dilakukan agar suatu pekerjaan memiliki 5 dimensi penting :
a. Skill variety
b. Task Idetity
c. Task Significance
d. Autonomy
e. Feedback
3.      Alternative Work Schedule
4.      How do foemal system of discipline operate? What are their advantage and disadvantage?
5.      Bagaimana cara mengukur kepuasan kerja dan kinerja kerja?
a.      Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden.
Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
  1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
  2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
  1. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
  1. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
  1. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.

b.      Kinerja Kerja
Secara teoretikal berbagai metode dan teknik mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi atau perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan karirnya. Untuk mencapai kedua sasaran tersebut maka digunakanlah berbagai metode pengukuran kinerja karyawan menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan dalam bukunya “Manajemen Personalia” (1984:122-127) yang dewasa ini dikenal dan digunakan adalah :
  • Rangking, adalah dengan cara membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik.
  • Perbandingan karyawan dengan karyawan, adalah suatu cara untuk memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor.
  • Grading, adalah suatu cara pengukuran kinerja karyawan dari tiap karyawan yang kemudian diperbandingkan dengan definisi masing-masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori yang telah ditentukan.
  • Skala gratis, adalah metode yang menilai baik tidaknya pekerjaan seorang karyavvan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor tersebut. seperti misalnya kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja, tanggung jawab kerja, kerja sama dan sebagainya.
  • Checklists, adalah metode penilaian yang bukan sebagai penilai karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.



Tugas 2
Psikologi Industri




Nama        : Nurhidayah
Stambuk   : D 221 08 252
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar